komunikasi Terapiutik

MAKALAH
KOMUNIKASI TENTANG
“KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI”



DI SUSUN OLEH :
1. ACH.MAHFUD SYAHRONI     (7114002)
2.RIZKA HIDAYATUL PUTRI    (71140    )
                                     3.WARDATUZ ZAKIYAH             (71140    )



PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada bayi ” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang saya peroleh dari informasi media massa yang berhubungan dengan “Komunikasi Dalam Keperawatan”. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada pengajar matakuliah “KOMUNIKASI” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas, juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.





Jombang,6 oktober 2015                                                                                                                                             Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………................  i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ...........  ii

BAB  I     PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang………….…………………………….................................…………….  4
1.2.     Rumusan Masalah…………………………………………….................................…...     4
1.3.  Tujuan................................................................................................................................  5

     BAB II   PEMBAHASAN
2.1  . Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang .........................................    6
2.2 Cara Komunikasi dengan Anak ................................................................................  8
2.3 Tahapan dalam Komunikasi dengan Anak ...............................................................  10
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak ................................   12
2.5 Implikasi Komunikasi dalam Keperawatan .............................................................   14
     BAB III ROLE PLAY KOMUNIKASI TERAPEUTIK
3.1 Komunikasi terapeutik pada bayi umur 5 tahun ......................................................... 15
                                                                                                        
BAB IV  PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………….....................................   19
B.     Saran………………………………………………………… …..................................   19
               

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….........................................   20
           






BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
            Dalam tindakan keperawatan faktor komunikasi yang baik antara perawat dengan kliennya sangat mempengaruhi keberhasilan tindakan keperawatan. Komunikasi merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan diri kita dengan klien. Tetapi untuk mewujudkan komunikasi yang baik dengan klien tidaklah mudah, apalagi dengan klien anak.
            Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang, dan selanjutnya anak akan memiliki suatu penghargaan pada dirinya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai. Tetapi, dalam mencapai tujuan komunikasi yang baik ini tidaklah mudah, misalnya saja anak yang belum bisa bercerita. Kadang kala dalam komunikasi dengan anak, seorang perawat dalam tindakan keperawatannya dapat membuat/menyebabkan anak menjadi menangis, marah, dan lain sebagainya yang bisa membuat hati dan pikiran si klien (anak) menjadi tidak enak. Maka dari itu, kami terdorong untuk membuat makalah yang membahas tentang teknik komunikasi dengan anak.

1.2 Rumusan Masalah
     Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana Komunikasi dengan Anak Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang yang berbeda-beda ?
2.      Bagaimanaa cara komunikasi dengan anak ?
3.      Apa saja tahapan dalam komunikasi dengan anak ?
4.      Apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak?
5.      BagaimanaImplikasi Komunikasi dalam Keperawatan ?

1.3 Tujuan
     Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :
1.  Mengetahui bagaimana Komunikasi dengan Anak Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang yang berbeda-beda
2. Mempelajari cara komunikasi dengan anak
3. Mengetahui tahapan dalam komunikasi dengan anak
4. Memahami Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak
5. Memahami Implikasi Komunikasi dalam Keperawatan













BAB II
PEMBAHASAN

2.1  . Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang.

          Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

1.  Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.


2.Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996). Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.

3.Usia Sekolah (5-11 tahun).

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4.Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

2.2 Cara Komunikasi dengan Anak
            komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan denagan anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak, antara lain:
1. Melalui Orang Lain atau Pihak Ketiga
            Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain itu dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.


2. Bercerita
            Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.
3. Menfasilitasi
            menfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam menfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respon terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
4. Biblioterapi
            Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
5. Meminta untuk Menyebutkan Keinginan
            Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan, dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.
6. Pilihan Pro dan Kontra
            Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pada situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.


7. Penggunaan Skala
            Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
8. Menulis
            Melalui ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis.

9. Menggambar
            Seperti halnya menulis, menggambarpun juga dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel marah biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkannya apabila gambar yang ditulisnya ditanya tentang maksudnya.
10. Bermain
              Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang disekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.

2.3 Tahapan dalam Komunikasi dengan Anak
            Dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum mengadakan komunikasi secara langsung, tahapan ini sangat meliputi tahap awal ( pra interaksi ), tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.

a. Tahap Prainteraksi
            Pada tahap pra interaksi ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat komunikasi dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada pada dirinya, membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada.

b. Tahap Perkenalan atau Orientasi
            Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotorik, afektif), mencari kebenaran data yang ada dengan wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan ang lain, memperkenalkan nama kita denga tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannnya, menanyakan nama panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih dekat, menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan.

c. Tahap Kerja
            Pada tahap ini kegiatan yang dapat kia lakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurangdimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.

d. Tahap Terminasi
            Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan re-inforcement positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik) dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak
            Dalam proses komunikasi kemungkinan ada hambatan selama komunikasi, karena selama proses komunikasi melibatkan beberapa komponen dalam komunikasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Pendidikan
            Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin bagus pengatahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat dilakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
b. Pengetahuan
            Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Faktor pengetahuan dalam proses komunikasi dapat diperlihatkan apabila seseorang pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akannjelas dan mudah diterima oleh penerima kan tetapi apabila pengetahuan kurang maka akan menghasilkan informasi yang kurang.

c. Sikap
            Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses kemungkinan berjalan efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang memiliki sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian sebaliknya apabila dalam komunikasi menunjukkan  sikap yang baik maka dapat menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai dan lain-lain, kesemuanya dapat mendukung berhasilnya komunikasi terapeutik.
d. Usia Tumbuh Kembang
            Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat ditunjukkan semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam komunikasi semakin kompleks dan sempurna yang dapat dilihat perkembangan bahasa anak.
e. Status Kesehatan Anak
            Status kesehatan sakit dapat berpengaruh dalam komunikasi, hal ini dapat diperlihatkan ketiak anak sakit atau mengalami gangguan psikologis maka cenderung anak kurang komunikatif atau sangat pasif, dengan demikian dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara fisik dan psikologis untuk mencapai komunikasi yang efektif.
f. Sistem Sosial
            Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di masyarakat, di mana setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi yang berbeda. Hal  tersebut dapat juga mempengaruhi proses komunikasi seperti orang Batak engan orang Madura ketika berkomunikasi dengan bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-sama tidak memahami bahasa daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan komunikasi.

g. Saluran
            Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses komunikasi seperti intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya semuanya akna dapat memberikan pengaruh dalam proses komunikasi, sebagai contoh apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara atau intonasi jelas maka sangat mudah kita menerima informasi ataupun pesan yang disampaikan. Demukian sebaliknya apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara  yang tidak jelas kita akan kesulitan menerimapesan atau informasi yang disampaikan.

h. Lingkungan
            Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area, lingkungan dalam hal komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun lokasi yang ada. Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan dampak berhasilnya tujuan komunikasi sedangkan lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang kurang. Hal ini dapat kita contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada tempat yang gaduh misalnya atau tempat yang bising, maka proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik, kemungkina sulit kita berkomunikasi secara efektif karena suara yang tidak jelas, sehingga pesan yang akan disampaikan sulit diterima oleh anak.

2.5 Implikasi Komunikasi dalam Keperawatan
            Implikasi komunikasi dalam keperawatan sangat penting bagi perawat mengingat berbagai pengkajian atau pemeriksaan pada klien dapat dilakukan melalui komunikasi di antaranya implikasi yang dapat dilakukan adalah:
1.   Ajak berbicara lebih dahulu dengan orang tua sebelum berkomunikasi dengan anak atau  mengkaji anak dengan menjalin hubungan dalam tindakan keperawatan.
2.   Lakukan kontak dengan anak dengan mengawali bercerita atau teknik lain agar anak mau berkomunikasi
3.   Berikan maianan sebelum masuk ke dalam pembicaraan inti.
4.   Berikan kesempatan pada anak untuk memilih tempat pemeriksaan yang diinginkan sambil duduk, berdiri atau tidur.
5.   Lakukan pemeriksaan dari sederhana ke kompleks, pemeriksaan yang berdampak trauma lakukan diakhir pemeriksaan.
6.   Hindari pemeriksaan yang menimbulkan ketakutan pada anak dan beri kesempatan untuk    memegang alat periksa




BAB III
ROLEPLAY KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI/ANAK

3.1 komunikasi terapeutik pada bayi umur 5 tahun

Pada suatu hari ada pasien baru dengan usia 5 tahun bernama An.R .dia menderita penyakit demam thipoyd yang ditandai dengan demam yang tinggi selama beberapa hari.kemudian An.R dibawa ke rumah sakit swasta dan diberi tindakan pengobatan.kemudian pada pagi hari perawat akan melaukan observasi kesehatan untuk mengetahui perkembangan pasien.
Perawat  :assalamualaikum bu? Selamat pagi.
Ibu pasien : waalaikumsalam suster.selamat pagi juga.
Perawat : “ ibu Perkenalkan nama saya wardah, saya senang di panggil wardah. Boleh saya tahu nama ibu dan ade siapa?
Ibu Pasien : “ Nama saya Riska, saya senang dipanggil bu riska.

Perawat : “ Oh, baiklah kalau ibu senang dipanggil nama bu Dessy dan lha terus nama ade kecil yang lucu ini  siapa? Adek namanya siapa ya?
Pasien Anak : nama ku roni kak?
Perawat : owh adek yang lucu ini namanya adek roni.
Pasien anak : iya kak
Perawat : ibu adek roni demam nya masih apa tidak bu?
Ibu pasien : iya lumayan sekarang agak lumayan turun panasnya sus.setelah diberi obat paracetamol.
Perawat  : adek roni klow malem rewel apa tidak bu?
Ibu pasien : ya kadang kadang rewel sus nangis terus,tpi juga kadang kadang tidur nyenyak sampai pagi.
Perawat :  Ibu bagaimana kalau anak ibu diberikan kesempatan untuk berbicara tanpa disertai oleh ibu supaya saya lebih jelas untuk menggali permasalahan yang anak ibu hadapi.
Ibu Pasien :  Oh, tentu sus silahkan.
Perawat : Terima kasih ibu.

Perawat : Salamat pagi, apa kabar ade roni yang lucu. Bagaimana kabar ade sekarang?
Pasien anak : (hanya diam dan mengggelengkan kepala)
Perawat : adek roni kenapa diem.ayo ngomong sama kakak nggak papa kg..nanti klow adek roni ngomong tak kasih permen..adek roni mau apa tidak,,?
Pasien anak : mau kakak.
Perawat : adek roni apa kabar ?
Pasien anak : baik kak,,,
Perawat : adek roni kenapa kg tangannya pegang perut terus?
Pasien anak : sakit kak,terus panas di sini..
Perawat : owh adek masih panas badannya coba saya ukur suhunya ya dek..?
Pasien anak : iya kak
Perawat : ibu adek roni suhunya 38°c bu badannya sangat panas.
Ibu pasien : lho naik lagi sus tadi malam turun sekarang panas lagi.
Perawat : iya bu naik lagi,sebentar ya bu saya ambilkan obat paracetamol dan obat antibiotik.
Ibu pasien : iya sus,,
Kemudian perawat bergegas mengambil obat ketempat obat dan kembali ke pasien dengan membawa obat.
Perawat : ibu ini saya kasih obat paracetamol diberikan melalui selang infus,dan ini obat antibiotik dilberika memalui suntikan.
Ibu pasien : owh iya suster
Perawat : adek roni,,disuntik dulu ya dek nanti biar cepet sembuh,,
Pasien anak : nggak mau kak,nggak mau sakit kak,,,sakit jangan disuntik saya
Perawat : nggak sakit kog dek,,gk pa pa disuntik bia adek cepet sembuh dan bisa main main lagi nggak sakit kg,,,di suntik ya,,(perawat sambil mau menyuntik kan obat)
Pasien anak : sakit kak,sakit aduhhhhhhhh aduhhhhh sakit kakkkkkkkkkkk
Perawat : ditahan ya dek Cuma sebentar kg sakitnya,,biar adek cepet sembuh,,nanti tak kasih permen..ibu bisa bantu pegang adek roni?
Ibu pasien : iya sus.
Pasien anak : sakitttttttttttt kakakkkkkkkkk,,,
Perawat : sudah selesai adek,,udah nggak sakit kan? Sekarang adek bisa tidur lagi,,ini saya kasih permen karna adek roni pinter mau disuntik,,,(sambil memberikan permen)
Ibu pasien : suster kenapa anak saya kg pansnya naik turun gitu ya?
Perawat : iya bu ,anak ibu kan menderita penyakit thypoid,tandanya seperti itu badan panas kadang naik kadang turun.
Ibu pasien : thypoid itu apa suster,,?
Perawat : thypoid yaitu penyakit yang menerang siapa aja disebabkan oleh virus salmonella thiphy yang ditularkan melalui makanan dan lingkungan yang kurang bersih..
Ibu pasien : owh gitu ya suster,,
Perawat : iya bu..jadi biu harus memperhatikan makanan yang dimakan anak ibu.jangan asal di beri,byasanya ada makanan yang kurang sehat dimakan oelh anak ibu dan mungkin lingkungan sekitar rumah ibu kurang bersih.
Ibu pasien : anak saya harus makan yang gimana suster?
Perawat : itu buk anak ibu harus makan makanan yang lunak,seperti bubur,nasi lunak juga yang banyak mengandung bitamin seperti sayur sayuran dan harus makan secra teratur..
Ibu pasien : iya mbak
Perawat           : Bagaimana perasaan ade sekarang,jangan nangis lagi ya? “
Pasien Anak     : Baik kak,.
Perawat           : Baiklah, sampai jumpa besok yah ade roni dan ibu Dessy. Assalamu’alakum.
Ibu Pasien       :Wa’alaikumsalam.

kemudian perawat kembali ke kantor perawat untuk menuliskan tindakan yang dilakukan dalam buku dokumentasi perawat.














BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Terjadinya komunikasi yang baik antara perawat dan klien (anak)  menentukan keberhasilan tindakan keperawatan. Komunikasi dengan anak berbeda didasarkan pada usia tumbuh kembang anak. Selain melakukan komunikasi dengan klien (anak) perawat juga harus menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua anak. Komunikasi antara perawat dengan klien (anak) tidak lepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi tersebut.

3.2 Saran
Kami mengaharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan atau kekeliruan baik kata-kata atau penyusunan agar memberikan saran dan kritik yang bisa mengubah penulis kearah yang lebih baik dalam penulisan makalah selanjutnya.









DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan anak 1. Salemba Medika: Surabaya.


askep colitis Kmb

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Gangguan sistem pencernaan tidak secara langsung menyebabkan kematian bagi penderita. Namun hal ini menyebabkan beberapa penderita mencari pertolongan medis. Salah satu gangguan sistem pencernaan yaitu kolitis ulseratif.
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Nyeri abdomen, diare, perdarahan rektum merupakan gejala dan tanda yang terpenting. Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripte lieberkhun, yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa. Puncak penyakit ini adalah antara usia 12 dan 49 tahun dan menyerang jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Insiden yang lebih tinggi dari kolitis ulseratif terlihat dalam orang kulit putih dan orang-orang keturunan Yahudi.Kolitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun kolitis ulseratif tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan komponen. Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006).

B.   Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat :
1   Memahami pengertian kolitis ulseratif dan penyebabnya.
2.  Memahami patofisiologi dan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada kolitis ulseratif.
3.  Melaksanakan pengkajian keadaan kesehatan pada klien dengan kolitis ulseratif.


4.  Menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan kolitis ulseratif.
5.  Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan kolitis ulseratif berdasarkan hasil pengkajian.




























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep dasar Kolitis Ulseratif

1.      PENGERTIAN
Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal, 461)
Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran mukosa kolon (Monica Ester,2002,hal,56).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis Ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rektum yang menyebabkan luka atau lesi dan berlangsung lama.

2.      ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON
Usus besar atau kolon berbentuk saluran muscular berongga yang membentang dari sekum hingga kanalis ani dan dibagi menjadi sekum, kolon ( assendens, transversum, desendens, dan sigmoid ) dan rektum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus kedalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengontrol keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kerang lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.
Usus besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit.Ciri khas dari gerakan usus adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi.Peristaltik mendorong feses ke rektum dan meenyebabkan peregangan dinding rektum dan aktivasi refleks defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan, membantu penyerapan zat-zat gizi dan membuat zat-zat penting.Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air sehingga terjadilah diare ( Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk, 2008, hal 60)

3.      ETIOLOGI
Etiologi kolitis ulseratif tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenesis kolitis ulseratif. Antibody antikolon telah ditemukan dalam serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limposit dari penderita kolitis ulseratif merusak sel epitel pada kolon.
Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif, namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus.
Menderita kolitis ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan penyebab atau akibat efek ini, kolitis ulseratif tidak sebabkan oleh distres emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal, 462).

4.   FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLITIS
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kolitis yaitu :
1)   Faktor genetik
Sebuah genetik komponen ke etiologi kolitis ulseratif dapat didasarkan pada hipotesis berikut :
a.  Agregasi dari kolitis ulseratif dalam keluarga
b.  Insiden etnis perbedaan dalam insiden
c.  Penanda genetik dan keterkaitan
2)   Faktor-faktor lingkungan
Banyak hipotesis telah dibesarkan kontribusi lingkungan kepatogenesis lingkungan kolitis ulseratif meliputi :
a.  Diet : sebagai usus besar terkena banyak zat-zat makanan yang dapat mendorong peradangan, faktor-faktor diet yang telah dihipotesiskan untuk memainkan peran dalam patogenesis dari kedua kolitis ulseratif dan penyakit crohn.
b.  Diet rendah serat makanan dapat mempengaruhi insiden kolitis ulseratif
c.  Menyusui: ada laporan yang saling bertentangan perlindungan menyusui dalam perkembangan penyakit inflamasi usus.

5.      PATOFISIOLOGI
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif adalah pada usia 30 sampai 50 tahun.
Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek, dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat terjadi pada ileum terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskuler terutama pada kolon distal dan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didapatkan pada penyakit ini, melainkan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis yang reversibel
Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah. (Harrison, 2000, hal 161)

6.  MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah  berupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami :
            a.       Anemia
            b.      Fatigue/ kelelahan
            c.       Berat badan menurun
            d.      Hilangnya nafsu makan
            e.       Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
            f.       Lesi kulit ( eritoma nodusum )
            g.      Lesi mata ( uveitis )
            h.      Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
            i.        Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
            j.        Perdarahan rektum
            k.      Kram perut
            l.        Sakit pada persendian
          m.    Anoreksia
          n.      Dorongan untuk defekasi
          o.      Hipokalsemia (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
7.      KOMPLIKASI
          a.       Megakolon toksik
          b.      Perforasi
          c.       Hemoragi
          d.      Neoplasma malignan
          e.       Pielonefritis
          f.       Nefrolitiasis
          g.      Kalanglokarsinoma
          h.      Artritis
          i.        Retinitis, iritis
          j.        Eritema nodusum (Brunner & Suddarth, 2002)

8.   PENATALAKSANAAN
            a.       Penatalaksanaan Medis
·         Terapi Obat - obatan
Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatif dan antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi feses pasien mendekati normal.
Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau sulfisoxazol (gantrisin) biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan dan sedang. Antibiotik digunakan untuk infeksi sekunder, terutama untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan peritonitis. Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1107-1108).
·         Pembedahan
 Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis ulseratif bila penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit diatasi, intervensi bedah biasanya diindikasi untuk kolitis ulseratif. Pembedahan dapat diindikasikan pada kedua kondisi untuk komplikasi seperti perforasi, hemoragi, obstruksi megakolon, abses, fistula, dan kondisi sulit sembuh.(Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007, hal 323-324)
b.  Penatalaksanaan Keperawatan
            Masukan diet dan cairan
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan terapi suplemem vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak- seimbangan cairan dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya makanan yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat menimbulkan diare pada individu intoleran terhadap lactose.Selain itu makanan dingin dan merokok juga dapat dihindari, karena keduanya dapat meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi parenteral total dapat diberikan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106-1107).
             ·         Psikoterapi
Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108).

9.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.  Gambaran Radiologi
·         Foto polos abdomen
·         Barium enema
·         Ultrasonografi ( USG )
·         CT-scan dan MRI
B.     Pemeriksaan Endoskopi ( Pierce A.Grace & Neil.R.Borley, 2006, hal 110 )

10.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·         Contoh feses ( pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama penyakit ) : terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
·         Protosigmoi doskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi.
·    Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
·    Enema barium, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi.
·    Kolonoskopi : mengidentifikasi adosi, perubahan  lumen dinding, menunjukan obstruksi usus.
·    Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah
·   ESR : meningkat karena beratnya penyakit. Trombosis : dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
·    Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. (Brunner & Suddarth, 2002).

B.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolitis Ulseratif
1.    Pengkajian
1.    Identitas
1)   Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pemeriksaan, diagnosa medis.
2)   Identitas penanggung jawab
Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan  klien.

2.    Keluhan utama
Biasanya pada klien yang terkena kolitis ulseratif mengeluh nyeri perut, diare, demam, anoreksia.

3      Riwayat kesehatan
-  Riwayat kesehatan sekarang
Perdarahan anus, diare dan sakit perut, peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.
-  Riwayat kesehatan dahulu
Untuk menentukan penyakit dasar kolitis ulseratif. Pengkajian predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.

4.    Pemeriksaan Fisik
a)   Keadaan umum
b)   Vital sign, meliputi
- Tekanan darah      : Dalam batas normal (120/80 mmHg)
- Nadi                     : Takikardia atau diatas normal (> 100 x/menit)
- Suhu                     : Klien mengalami demam (> 37,5o C )
- Respirasi               : Dalam batas normal (16- 20 x/menit)

c)   Pemeriksaan sistem tubuh
            ·         Sistem pencernaan                  : -  Terjadi pembengkakan pada abdomen
                                                            -  Nyeri tekan pada abdomen,
                                                            -  Bising usus lebih dari normal (normalnya 5-35 x/menit) 
                                                            -  Anoreksia

           ·         Sistem pernafasan                   :  Respirasi normal (16-20 x/menit).

           ·         Sistem kardiovaskuler             :  Peningkatan nadi (takikardi)

           ·         Sistem neurologi                     : - Peningkatan suhu tubuh (demam)
                                                          -  Kelemahan pada anggota gerak 

          ·         Sistem integumen                    :  Kulit dan membran mukosa kering dan turgornya jelek.  

          ·         Sistem musculoskeletal           :  Kelemahan otot dan tonus otot buruk

          ·         Sistem eliminasi                      : - Pada saat buang air besar mengalami diare
                                                         -  Feses mengandung darah 

d)     Pola aktivitas sehari-hari berhubungan dengan :
-  Aspek biologi     : Keletihan, kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan.
-  Aspek psiko       : Perilaku berhati-hati, gelisah.
-  Aspek sosio        : Ketidakmampuan aktif dalam sosial.

5.    Pemeriksaan Diagnostik
·      Kolonoskopi, ulserasi panjang terbagi oleh mukosa normal yang timbul di kolon kanan.
·      Enema barium disertai pemeriksaan sinar X dan sigmoidoskopi akan memperlihatkan perdarahan mukosa disertai ulkus
·      Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan penurunan kadar kalium

2.    Diagnosa Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan kolitis ulseratif :
          1.      Diare berhubungan dengan proses inflamasi
          2.      Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristaltik dan inflamasi
          3.      Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan pembatasan diet,  mual,     
                dan malabsorpsi
          4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.
.      
3.    Perencanaan
·         Diagnosa 1  : Diare berhubungan dengan proses inflamasi
 Ø  Definisi  :
Pengeluaran feses lunak dan tidak bermasa ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
 Ø  Tujuan   :
Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi secara adekuat
 Ø  Kriteria hasil   :
-   Turgor kulit kembali normal
-   Input dan output seimbang
-   Membran mukosa lembab

Intervensi
Rasional
Mandiri
-       Awasi masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, perkirakan kehilangan yang tak terlihat misalnya berkeringat.

-       Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu)



-       Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat
-       Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring: hindari kerja

Kolaborasi
-       Berikan cairan parenteral (infus)



-       Pemberian obat anti diare

-        Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.


-        Hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukan respon terhadap dan efek kehilangan cairan.

-        Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi

-        Kolon distirahatkan untuk menyembuhkan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.

-        Cairan parenteral membantu mengganti cairan elektrolit untuk memperbaiki kehilangan cairan.

-        Menurunkan kehilangan cairan dari usus


·   Diagnosa 2            : Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristaltik dan
  inflamasi
  Ø  Definisi                 :
pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual / potensial/ digambarkan dengan istilah seperti ( International Asociation for the study of pain ) : awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisispasi atau dapat diramalkan dan durassinya kurang dari enam bulan ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                   :
Mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman.
  Ø  Kriteria hasil          :
-   Klien tampak rileks
-   Klien tidak mengeluh nyeri lagi




                                   
Intervensi
Rasional
Mandiri
-       Observasi tingkat nyeri, lokasi nyeri, frekuensi dan tindakan penghilang yang digunakan.

-       Berikan pilihan tindakan nyaman : dorong teknik relaksasi, distraksiaktifitas hiburan

Kolaborasi
-       Pemberian obat analgetik

-       Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan keefektifan intervensi.

-       Meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian : dapat meningkatkan koping

-       Dapat membantu mengurangi nyeri


·         Diagnosa 3         : Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan pembatasan diet, mual, dan malabsorpsi
  Ø  Definisi              :
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                :
Memenuhi dan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
  Ø  Kriteria Hasil      :
-     Berat badan meningkat
-     Pola eliminasi kembali normal  





Intervensi
Rasional
Mandiri
-     Timbang berat badan tiap hari.


-     Anjurkan istirahat sebelum makan.


-     Berikan kebersihan oral.


-     Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (misalnya produk susu).


Kolaborasi
-     Pertahankan puasa sesuai indikasi.



-     Kolaborasi dengan tim gizi, untuk Tambahkan diet sesuai indikasi misalnya cairan jernih maju menjadi makanan yang dihancurkan. Kemudian protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat sesuai indikasi.

-     Berikan obat sesuai dengan indikasi.


-     Berikan nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.

-    Memberikan informasi tentang kebutuhan diet atau keefektifan terapi.

-    Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

-    Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

-    Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.




-    istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan malabsorpsi atau kehilangan nutrisi.

-    Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan.



-    Membantu dalam mengatasi masalah malabsorpsi nutrisi.

-    Program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi penting.


·         Diagnosa 4         : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan
  Ø  Definisi              :
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
  Ø  Tujuan                :
Mengembalikan kemampuan pasien dalam beraktivitas
  Ø  Kriteria hasil       :
Klien dapat beraktivitas dengan normal kembali

Intervensi
Rasional
-       Memfasilitasi aktivitas yang tidak dapat pasien lakukan.

-       Memberi motivasi



-       Lakukan latihan gerakan pada pasien
-       Dapat membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

-       Motivasi akan memberi dorongan pasien untuk dapat melakukan aktivitas kembali.

-       Mengembalikan kemampuan gerak pasien.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah penyakit radang usus besar pada kolon dan rektum yang berlangsung lama yang menyebabkan luka atau lesi. Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui. Faktor yang berperan dalam penyakit kolitis ulseratif adalah faktor genetik karena sistem imun dalam tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Faktor lingkungan juga berpengaruh misalnya diet, diet rendah serat makanan dan menyusui. Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare, nyeri abdomen, tanesmus, dan perdarahan rektal. Tindakan medis yang dilakukan dengan cara memberi terapi obat-obatan dan dilakukan pebedahan. Sedangkan tindakan keperawatannya masukan diet dan cairan dan psikoterapi.

B.       Saran
Sebagai perawat kita harus mengerahui gejala-gejala yang ditimbulkan dari kolitis ulseratif. Sehingga perawat tepat dalam membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kolitis ulseratif.












DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta : EGC.

Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007. Buku saku keperawatan edisi 5. Jakarta : EGC.

Grace A.Pierce & Neil.R.Borley.2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Gelora Aksara Pratama.

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama, Jakarta : EGC

Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk. 2008Endoskopi Gastrointestinal, Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.





Write here, about you and your blog.
 
Copyright 2009 rizka_hp blog All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes
Blogger Templates